TPHS Nilai Dinsos Lotim Tidak Faham Administrasi dan Terindikasi Menyalah Gunakan Wewenang.
Achmad Saifullah SH.MHLOMBOK TIMUR NTB Nusrapost.com - Tim Pembela Hukum Suplier (TPHS) Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) menilai Dinas Sosial Lombok Timur tidak faham dalam administrasi dan terindikasi menyalah gunakan kewenangan. Padahal Program Bantuan Pangan non tunai (BPNT) di seluruh Indonesia khususnya di wilayah kabupaten Lombok Timur kenyataannya telah berjalan sejak mei 2020 sampai dengan sekarang.
Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut telah didasarkan atas aturan-aturan yang ada, baik dalam Pedoman Umum dari Kementrian Sosial Republik Indonesia dan surat edaran yang dikeluarkan oleh Kementrian Sosial Republik Indonesia no 533/G.3/KG.01/03/2020 tentang kewajiban pembuatan perjanjian kerjasama antara agen e warung dengan suplayer penyedia kebutuhan pangan, hal tersebut tidak lain adalah untuk menjunjung tinggi prinsip 6 T yang diamanatkan oleh undang-undang dan pedum bantuan sosial.
"Kami dari suplier komudity bahan pangan telah memiliki dasar hukum yang jelas dalam pelaksanaan kegiatan perjanjian kerjasama (PKS) dengan agen e warung, hal ini juga didasarkan atas surat dari kementrian sosial Republik Indonesia no 533/G.3/KG 01/03/2020 yang mewajibkan e warung membuat perjanjian kerjasama untuk dapat terpengaruhi prinsip 6T,"Sebut Ketua Tim Pembela Hukum Suplier (TPHS) Achmad Saifullah SH.MH Minggu (31/1).
Namun sejak januari 2021 setelah pergantian Kepala Dinas Sosial dan Kabid Fakir Miskin yang lama dengan yang baru, Ia kemudian mencoba bermanufer bahkan mengeluarkan statement, kebijakan, dan tindakan yang anprocedural tanpa memperhatikan aturan yang ada baik pedum bansos atau surat edaran dari kementrian sosial republik Indonesia dan tidak memandang pelaksanaan kegiatan BPNT yang sudah berjalan lancar.
Kepala Dinas Sosial Lombok Timur yang baru dalam kebijakannya lanjut Saifullah, menginginkan agar KPM (keluarga penerima manfaat) bebas memilih sendiri komudity bahan pangan yang diinginkan asalkan sesuai pedum tanpa di paketkan seperti apa yang sedang berjalan sekarang. Hal menjadi menarik untuk dikaji dan dikritisi secara hukum.
Setiap kepala dinas atau kepala daerah memang berwenang mengeluarkan kebijakan yang diinginkan akan tetapi harus difahami bahwa setiap kebijakan yang diinginkan harus dilakukan berdasarkan aturan hukum yang jelas, jika dilihat dari tindakan edan kebijakan kepala dinas yang baru, Ia menginginkan dan harus di jalankan bahwa KPM (keluarga menerima manfaat) bebas memilih sendiri komudity bahan pangan yang diinginkan asalkan sesui pedum tanpa dipaketkan seperti apa yang sedang berjalan sekarang.
"Ini sangat tidak masuk akal tanpa arah dan tujuan bahkan tidak memperhatikan pelakasanaan kegiatan yang sudah berjalan lancar serta aturan pedoman umum BPNT 2020,"Herannya.
Menurutnya, Penggunaan paket terhadap komudity tersebut hanya persoalan tehnis lapangan agar memudahkan orang dibawah baik TKSK, Agen, pendamping maupun suplier dalam menjalankan perintah dan aturan dari kementrian sosial republik Indonesia tetap berjalan dengan lancar dan tercapai azas 6T. Sehingga sejatinya dinas sosial haruslah mensuport dan mengawal kegiatan tehnis tersebut bukan malah merusak dengan mengeluarkan kebijakan yang tidak jelas arah dan tujuannya oleh karena ego sektoral yang cenderung menjadi muatan politik kekuasaan sehingga nantinya akan merugikan masyarakat penerima manfaat.
Kebijakan tersebut bahkan dilakukan dengan berperan aktif mengumpulkan pihak-pihak terkait untuk mensosialisasikan hal yang diinginkan dan mengeluarkan edaran melalui media online yang seolah-olah memberikan penekanan kepada agen untuk mengikuti perintahnya agar menghapus dan tidak melaksankan PKS yang sudah dijlalankan, sesuai dengan surat edaran kementerian.
"Hal ini menjadi kekacauan dikalangan birokrasi di wilayah Lombok Timur khususnya oleh karenanya menjadi pertanyaan besar, ada apa.? Dan karena apa sehingga Dinas Sosial bertindak seperti itu. Tidak faham administrasi? Atau ada indikasi muatan politik kekuasaan,"Katanya
Secara administrasi Dinas sosial Lombok Timur terlebih dahulu membatalkan surat-surat yang ada baik surat dari kepala dinas terdahulu terkait pemberian izin suplayer atau surat edaran dari kementerian Sosial Republik Indonesia tentang kewajiban PKS antara agen dan Suplayer.
Bahkan kepala dinas dalam kebijaknnya harus berani mengluarkan surat terkait kebijakan tersebut. Bukan malah dengan memberikan pendapat atau arahan dimedia online dan memberikan edaran melalui media online. Hal demikian, menjadi memicu kekeliruan secara administratif sehingga kepala dinas sosial Lombok Timur terindikasi melakukan penyalah gunaan wewenang secara administratif berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.
Kebijakan tersebut juga berimbas dan merugikan kami selaku suplier yang telah memiliki PKS (Perjanjian Kerjasama) dengan agen E-Waroeng, dan perlu diketahui juga bahwa setelah PKS tersebut ada maka menjadi UU bagi para pihak berdasarkan asas “Fakta sun Servanda”.
Sehingga dengan adanya kebijakan tersebut tidak menutup kemungkinan kami akan melakukan langkah hukum melalui gugatan keperdataan baik kepada dinas sosial Lombok Timur atau agen-agen yang terikat perjanjian kerjasama karena merugikan kami selaku suplayer yang merupakan UMKM diwilayah Lombok Timur.
Oleh karena itu pihaknya selaku suplayer meminta kepada kepala Dinas Sosial Lombok Timur agar mensupport kegiatan yang sudah berjalan sesuai aturan tanpa melakukan kebijakan yang tidak jelas arah dan tujuannya karena apabila hal tersebut diatas dipaksakan maka pihaknya akan melakukan langkah hukum baik secara administratif, dengan bersurat ke inspektorat, Ombudsman, Kementerian sosial RI, Komnasham RI, atau bahkan Presiden Republik Indonesia.
"Begitu pula secara keperdataan kami tidak segan-segan akan melayangkan gugatan kepada Pemda Lombok Timur Cq. Dinas Sosial atas kerugian yang ditimbulkan terhadap kami,"tegasnya (np).
Post a Comment