Aliansi Jurnalis Independen Mataram Sesalkan Sikap Perwira Polda NTB Ancam Jurnalis Gunakan UU KUHP
Ilustrasi |
Mataram Nusrapost.com
-- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram menyesalkan sikap perwira pada
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB, yang diduga
melakukan intimidasi terhadap jurnalis ntbsatu,com, Mugni Ilma pada Rabu, 7
Desember 2022. Selain intimidasi dengan kata kata, korban juga diancam
dipidanakan menggunakan Kitab Undang -Undang Hukum Pidana yang baru saja
disahkan oleh DPR RI.
Jurnalis tersebut sebelumnya menulis terkait dugaan fee
mengalir ke oknum penyidik Ditreskrimsus yang sedang menangani kasus kosmetik
ilegal. Berita tersebut dipastikan sudah memenuhi unsur fakta dan kaidah
jurnalistik tentang asas keberimbangan.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, Muhammad
Kasim sangat menyesalkan tindakan intimidasi yang kembali dilakukan oleh
penyidik Polda NTB terhadap Mugni Ilma. Apalagi ini adalah kejadian
ketiga dialami Mugni yang berkaitan dengan pemberitaan di lingkungan
Kepolisian di NTB.
Dalam kasus dugaan fee yang diterima oknum penyidik,
dipastikan berita pertama telah cover both side, bahkan berita kedua memuat
klarifikasi dan bantahan langsung dari Direktur Reskrimsus Polda NTB, Kombes
Pol. Nasrun Pasaribu.
"Berita yang ditulis sudah melalui proses verifikasi
dan konfirmasi. Secara kaidah maupun kode etik tidak ada yang dilanggar,"
kata Cem, sapaan akrab Ketua AJI Mataram.
Intimidasi yang dilakukan oleh oknum perwira berpangkap
Komisaris Polisi dan penyidik Dirkrimsus Polda NTB terhadap jurnalis tidak
dapat dibenarkan. Karena hal itu masuk dalam kategori perbuatan
menghalangi-halangi kerja jurnalis yang dapat diancam pidana penjara dua tahun
dan denda Rp500 juta, sebagaimana diatur Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers.
Cem mengecam sikap arogansi perwira yang menjabat Kasubdit
pada Ditreskrimsus Polda NTB tersebut. Karena dengan intimidasi secara verbal,
bahkan menyebut ancaman memenjarakan jurnalis ntbsatu.com dengan KUHP
yang baru disahkan oleh DPR RI. Padahal UU tersebut baru saja disahkan dan akan
belum berlaku efektif setelah tiga tahun.
"Kami melihat KUHP ini baru disahkan saja sudah
dijadikan alat untuk intimidasi. Tentu ini jadi preseden buruk bagi Polri
karena kewenangan yang dimiliki dimanfaatkan untuk menggunakan Undang
Undang, padahal belum berlaku efektif,” sesalnya.
Selain itu, AJI juga mengecam ancaman yang dilontarkan
Kasubdit tersebut terhadap korban dengan mengatakan jejak komunikasi digital
serta akun sosial medianya sudah terlacak. Kasim menilai, sikap dan tindakan
oknum ini termasuk ancaman serius bagi kebebasan pers. "Ingat bahwa negara
tidak memberikan fasilitas kepada kepolisian untuk menakut-nakuti masyarakat,
apalagi pers yang jelas jelas dilindungi Undang Undang," kritiknya.
Pemanggilan sepihak kepada jurnalis dan intimidasi mestinya
tidak terjadi lagi, karena keberatan atas pemberitaan ada mekanismenya,
sebagaimaa diatur dalam Undang Undang Pers melalui hak jawab dan atau hak
koreksi.
Pada press release ini, Kasim menekankan agar institusi
Polri mematuhi perjanjian kerjasama antara Bareskrim Polri dengan Dewan Pers
dengan Nomor 03/DP/MOU/III/2022 dan Nomor NK/4/III/2022. Perjanjian kerjasama
ini untuk meminimalisir kriminalisasi terhadap karya jurnalistik.
Atas kejadian ini dan rentetan kejadian sebelumnya, Kasim
meminta Kapolda NTB Irjen Pol. Djoko Poerwanto mengevaluasi kinerja jajarannya
mulai dari tingkat Direktur hingga Kasubdit, kemudian menjatuhkan sanksi kepada
yang terbukti melanggar kebebasan pers.
Sementara itu, Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol. Artanto
di hadapan sejumlah pengurus AJI Mataram mengklarifikasi, bahwa ada
miskomunikasi antara Kasubdit tersebut dengan jurnalis ntbsatu,com. penyampaian
Kasubdit bersama penyidik, bermaksud untuk menjelaskan posisi kasus tersebut dan dampaknya bagi personal penyidik hingga
atasannya.
Kendati demikian, Artanto memastikan kejadian ini akan jadi
bahan evaluasi secara internal. Artanto berharap tidak ada lagi yang
saling mempersoalkan, baik antara jurnalis maupun penyidik Ditreskrimsus. Ia
juga penyelesaia penyelesaian masalah
miskomunikasi itu kepada Kapolda NTB, Irjen Pol. Djoko Poerwanto untuk kemudian
diambil upaya evaluasi. Salah satu dalam perencanaannya adalah melakukan
sosialisasi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers kepada
penyidik mulai dari tingkat Polda hingga Polres. (*)
Post a Comment