Pemilu Serentak 2024 Dalam Pusaran Era Post-Truth
Oleh: Mastur Sonsaka
Pemerhati Perilaku Politik IAIH Pancor Lombok
Timur
Era post-truth adalah era dimana fakta dan
opini berkumpul dan diterima sebagai informasi oleh masyarakat, tanpa
mempertimbangkan validitas dan kebenaran dari sumber informasi tersebut.
Indonesia dan seluruh negara
di dunia saat ini sedang berada dalam era post-truth,
dimana fakta dan informasi tidak lagi menjadi prioritas, melainkan dipengaruhi
oleh emosi dan pandangan pribadi. Dalam era post-truth, informasi yang diterima
oleh masyarakat seringkali tidak akurat atau bahkan palsu, dan mempengaruhi
pandangan dan tindakan masyarakat.
Dampak negatif Era post-truth di Indonesia sekurang-kurangnya meliputi empat hal.
Pertama, pertumbuhan hoax dan informasi palsu: era
post-truth membuat mudah bagi pihak-pihak tertentu untuk membuat dan menyebar
informasi palsu untuk mempengaruhi opini public yang diperparah dengan lemahnya literasi digital
masyarakat. Kedua, kurangnya kredibilitas
media: banyak media yang tidak memiliki standar jurnalistik yang baik, dan
lebih memprioritaskan sensasionalisme dan propaganda daripada fakta dan
informasi yang akurat.
Ketiga, pertumbuhan polarisasi: era post-truth
memperparah polarisasi politik dan sosial di Indonesia, dengan masing-masing
pihak memegang teguh pada pandangan yang berbeda dan sulit untuk berdialog dan
berkoordinasi dua pemilu
terakhir cukup menjadi bukti dalam hal ini. Keempat, kerusakan
citra dan reputasi negara: era post-truth juga mempengaruhi citra dan reputasi
negara di mata dunia, dengan informasi palsu yang beredar dan tidak akurat
mengenai situasi di Indonesia.
Untuk mengatasi masalah-masalah ini,
diperlukan kerjasama dan komitmen dari semua pihak, termasuk pemerintah, media,
dan masyarakat, untuk memastikan bahwa informasi yang diterima oleh masyarakat
akurat, transparan, dan dapat dipercaya.
Penyelenggaraan
Pemilu di Era Post-Truth
Dalam hal ini, penyelenggaraan pemilu
menjadi lebih sulit dan memerlukan tindakan ekstra untuk memastikan keabsahan
hasil pemilu. Tiga lembaga
yang diberi kewenangan oleh negara melalui Undang-udang yakni KPU, Bawaslu dan
DKPP tentu harus bekerja ekstra untuk memastikan idealitas penyelenggaraan
pemilu. Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh penyelenggara agar idealitas
pelaksanaan pemilu di era post-truth adalah: Pendidikan
masyarakat tentang media literacy dan memfilter informasi, meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilu, melakukan monitoring dan
pengujian terhadap informasi yang beredar, dan memberikan sanksi bagi pihak
yang mempengaruhi proses pemilu melalui penyebaran informasi palsu. Dengan
demikian, penyelenggaraan pemilu dapat menjadi lebih demokratis dan merupakan
refleksi dari keinginan masyarakat yang sebenarnya.
Ada beberapa masalah utama yang menjadi
permasalahan dalam penyelenggaraan pemilu di era post-truth di Indonesia,
diantaranya: Penyebaran informasi palsu dan hoaks: era post-truth membuat mudah
bagi pihak-pihak tertentu untuk membuat dan menyebar informasi palsu dan hoaks
untuk mempengaruhi opini publik dan mempengaruhi hasil pemilu, kurangnya
partisipasi aktif dari masyarakat: meskipun partisipasi masyarakat penting
dalam pemilu, banyak masyarakat Indonesia yang tidak memahami proses pemilu dan
tidak memiliki minat yang cukup untuk berpartisipasi secara aktif, kemungkinan
kecurangan dan manipulasi: sistem elektronik yang digunakan untuk menghitung
suara dapat dimanipulasi, dan banyak pelanggaran lainnya dapat terjadi selama
pemilu, keterbatasan dalam penegakan hukum: meskipun ada hukum yang
melindungi integritas pemilu, banyak kasus kecurangan yang tidak terdeteksi dan
tidak dikenakan sanksi, dan kesenjangan akses terhadap informasi: banyak masyarakat di wilayah
pedesaan dan terpencil di Indonesia yang tidak memiliki akses yang memadai
terhadap informasi tentang pemilu, sehingga membuat mereka kurang memahami
proses pemilu dan lebih rentan terpengaruh oleh informasi palsu dan hoaks.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut,
diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan
lembaga-lembaga swasta untuk memastikan bahwa pemilu di era post-truth di
Indonesia tetap adil, transparan, dan dapat dipercaya.
Pengawasan Pemilu
di Era Post-Truth
Pengawasan pemilu di era post-truth
memerlukan upaya yang lebih besar untuk memastikan bahwa pemilu berlangsung
dengan adil dan transparan. Pengawasan yang kuat dan independen sangat penting
untuk memastikan bahwa pemilu di era post-truth tetap merupakan representasi
yang akurat dari keinginan rakyat dan memberikan hasil yang adil dan dapat
dipercaya. Ada beberapa masalah yang muncul dalam pengawasan pemilu di era
post-truth, diantaranya: Penyebaran informasi palsu dan hoaks: era post-truth membuat mudah
bagi pihak-pihak tertentu untuk membuat dan menyebar informasi palsu dan hoaks
untuk mempengaruhi opini publik dan mempengaruhi hasil pemilu, kurangnya sumber
daya untuk pengawasan: pengawasan yang efektif membutuhkan sumber daya yang
memadai, namun banyak negara termasuk Indonesia tentu saja memiliki keterbatasan
sumber daya untuk melakukan pengawasan yang baik, partisipasi aktif dari
masyarakat yang kurang: meskipun partisipasi masyarakat penting dalam
pengawasan pemilu, banyak masyarakat yang tidak memahami proses pemilu dan
tidak memiliki minat yang cukup untuk berpartisipasi secara aktif, kemungkinan
kecurangan dan manipulasi: sistem elektronik yang digunakan untuk menghitung
suara dapat dimanipulasi, dan banyak pelanggaran lainnya dapat terjadi selama
pemilu, dan keterbatasan dalam penegakan hukum: meskipun ada hukum yang
melindungi integritas pemilu, banyak kasus kecurangan yang tidak terdeteksi dan
tidak dikenakan sanksi.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut,
diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan
lembaga-lembaga swasta untuk memastikan bahwa pemilu di era post-truth tetap
adil, transparan, dan dapat dipercaya. Ini dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti: Penyediaan
akses yang adil dan setara bagi semua calon dan partai politik untuk
berkampanye dan mempresentasikan platform mereka kepada masyarakat, perlindungan
terhadap hak-hak pemilih dan pemilu yang bebas dan adil, penegakan hukum terhadap
kegiatan kecurangan, intimidasi, dan praktik-praktik tidak adil selama pemilu, penerapan sistem
elektronik yang aman dan terpercaya untuk menghitung suara dan mencegah
kecurangan, dan partisipasi aktif dari lembaga independen, seperti Komisi Pemilihan
Umum, dan pemantau pemilu lainnya, untuk memastikan bahwa pemilu berlangsung
dengan adil dan transparan.
Post a Comment