Perjalanan 100 Tahun NU Membangun Peradaban
Penulis : Mas Inung Aja (Direktur Diktis kemanag) |
Sejuta orang bergerak. Berarakan seperti awan. Berkilo-kilo
mereka berjalan. Berdesakan mencari celah-celah jalan. Menghindari apa saja
untuk menuju satu titik tujuan.
Ada yang telah memutuskan untuk berhenti dan menggelar
tikar. Di jalan-jalan dan trotoar. Mereka tahu tak ada tempat bahkan untuk satu
badan. Berjuta manusia telah menyesaki setiap sudut jalan menuju panggung maqam
kehormatan.
Ada yang beringsut mengarus. Mereka juga sadar tak ada ruang
bahkan untuk melongok pucuk stadion yang berdandan megah. Tapi ini bukan
tentang gelaran karpet merah. Ini tentang seberapa kuat kita melangkahkan kaki
sedekat tujuan yang memang sewajibnya kita lakukan.
Perjalanan ini telah kita mulai seabad lalu. Jika kini kita
berada di sini, jangan pernah berhenti. Ini adalah perjalanan abadi. Bukan
untuk memuasi nafsu maqam kehormatan yang kita impikan, tapi sejauh mana kita
mendekatkan diri ke tujuan.
Resepsi ini seperti kehidupan kita. Kelahiran adalah start
memulai sejarah. Melangkah ke depan menuju Pencipta. Di sepanjang jalan kita
beramal membangun peradaban. Terus bergerak ke ujung terjauh, dan biarkan Tuhan
yang menentukan di mana selayaknya kita berada.
Para sufi bijak berkata: "al-thuruq ila Allah bi adadi
nujum al-sama' aw bi adadi anfas al-basyar" (Jalan menuju Allah
setak-terhitung bintang-bintang di langit atau setak-berhingga nafas manusia).
Seperti jutaan manusia, mereka mengawali miqat dan memilih jalur jalannya
sendiri-sendiri. Mereka bergerak berarak ke titik resepsi. Seakan menuju sang
Pencipta melalui jalan yang telah dipetakan para kiai.
Perjalanan seratus tahun terlalu panjang hanya untuk
berhenti-mati. Kita harus terus berjalan karena ini kewajiban kehidupan. Bukan
untuk memaksa harus mendapatkan kalungan bunga dan kursi kehormatan. Allah
hanya meminta kita berjalan. Biarlah Dia sendiri yang menentukan.
Resepsi Satu Abad NU di Stadion Gelora Delta Sidoarjo
(7/2/23) bukan hanya sebuah selebrasi. Ini adalah momentum bagi kita untuk
menjadi saksi. Sekeras dan setulus apa kita membangun peradaban. Bukan agar
kita disanjungi bak pahlawan, tapi agar kita mendapatkan tempat sedekat mungkin
pada Tuhan, titik akhir segala tujuan. [**]
Post a Comment